Kamis, 02 Januari 2014

GAMETOGENESIS PADA HEWAN INVERTEBRATA DAN VERTEBRATA



 NAMA : AINI RIZKIANA
NIM : 1005015068
(GAMETOGENESIS PADA INVERTEBRATA DAN VERTEBRATA)
 
A.    Invertebrata
-          Pengertian Hewan Invertebrata
Hewan Invertebrata adalah hewan yang tidak bertulang belakang, serta memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang punggung/belakang, juga sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan invertebrata.
-          Gametogenesis pada Invertebrata
Invertebrata adalah hewan yang tidak mempunyai tulang punggung atau ruas-ruas tulang belakang. Invertebrata terdiri dari beberapa phyllum, yaitu :
-    Phyllum Porifera
            Spermatogenesis spons
Spermatogonia pada spons berasal dari choanocytes dan achaeocytes karna ada fakta yang menunjukkan bahwa choanocytes mengalami transformasi ke achaeocytes atau sebaliknya (Sara, 1992), dan spermatogenesis terjadi pada spermatic cyst. Diferensiasi sperma terbagi atas tiga bentuk, yaitu:
         Semua sel pada semua cyst mungkin berkembang secara bersama-sama (synchronous), misalnya Polimastia mammilaris, Axinella damicornis
         Diferensiasi sel dalam sebuah cyst secara bersama-sama, tetapi tahap perkembangan bervariasi pada cyst yang berbeda, misalnya pada spons air tawar Ephydatia fluviatilis.
         Sel berkembang pada beberapa cyst yang berbeda, misalnya Aaptos aaptos (Harrison dan De Vos, 1991).
Gambar 1 Spermatosit tahap IV (spermatid) di dalam kantong sperma (spermatic cyst) pada sponge laut Aaptos aaptos.
Oogenesis spons
Oogonia pada spons berasal dari achaeocytes atau choanocytes (Ruppert dan Barnes, 1991). Oogonia yang asal mulanya dari choanocytes, seperti pada spons jenis Suberitas massa, Oscarella lobularis dan Clathirina cerebrum. Choanocystes memanjang, dan nukleusnya berkembang dengan nukleolus yang menonjol. Sitoplasma berisi peningkatan jumlah mitokondria dan menjadi lebar. Badan golgi semakin lama semakin berkembang. Choanocystes kehilangan sel-sel leher dan flagellanya sebelum bermigrasi ke dalam mesohyl dan mengakumulasi phagosome (Harrison dan De Vos, 1991).
         Secara histologis, pada tahap oosit I, oosit ukurannya masih sangat kecil, inti sel belum nampak jelas, begitu pula anak inti. Ukuran oosit pada tahap ini adalah berkisar 20–45 mm.
         Pada tahap oosit II, oosit semakin besar dan ukurannya lebih besar daripada oosit I. Ukuran oosit pada tahap ini adalah berkisar 48–66 mm.
         Pada tahap oosit III, oosit sudah semakin besar dan ukurannya lebih besar daripada oosit II. Ukuran oosit pada tahap ini adalah berkisar 67–83 mm.
         Pada tahap oosit IV (matang), oosit sudah semakin besar dan mencapai ukuran maksimum. Pada tahap ini oosit sudah berubah menjadi ootid atau telur yang siap dipijahkan. Ukurannya pada tahap ini lebih besar daripada oosit III. Ukuran ootid atau telur pada tahap ini adalah berkisar 84–134 mm.
Gambar 2 Oosit tahap IV (matang) pada sponge laut Aaptos aaptos.
Fertilisasi
Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amoebocytes. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air. Sperma akan masuk ke choanocytes atau amoebocytes yang berada di dalam spongocoel atau flagellated chamber. Sel amoebocytes beserta sperma melebur dengan sel telur, selanjutnya terjadi pembuahan (fertilisasi). Perkembangan embrio sampai menjadi larva berflagela masih di dalam mesohyl. Larva berflagela (larva amphiblastula) keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas, beberapa saat kemudian menempel pada substrat dan berkembang menjadi spons muda sessile dan akhirnya tumbuh menjadi besar dan dewasa.
-    Phyllum Coelenterata
            Spermatogenesis
Spermatogenesis berlangsung lebih lama daripada oogenesis yaitu Januari-April, spermatozoa yang siap untuk dilepaskan terdapat di bulan April. Spermatosit mula-mula ditemukan pada 27 Januari  dalam bentuk sekumpulan sel berdiameter 2 - 5 mm dalam mesenteri yang disebut sebagai Testis stadia I (Gambar 3). Testis stadia II ditemukan pada 27 Januari- 1 Maret  dari koloni karang yang berbeda. Pada stadia ini, sekumpulan sel telah bertambah jumlahnya dan rapat membentuk bulatan dengan diameter 15 – 45 ìm dan ditengahnya terbentuk lumen. Selanjutnya testis stadia III terdapat dalam mesenteri karang pada 17 Maret. Testis III ditandai dengan berkembangnya ukuran testis mencapai 110 ìm dan sel-sel spermatosit telah menyebar menjadi sperma. Sehingga terbentuk testis stadia IV dari tanggal 29 Maret-14 April  dengan ukuran mencapai 300 ìm. Ciri spermatosit stadia IV ditandai dengan testis tersusun atas sperma yang memiliki kepala dan ekor sehingga membentuk formasi “buket bunga” atau “kipas”.
Gambar 4. Mikrograf testis pada Karang Acropora aspera di P. Panjang; a. stadia I; b. stadia II; c. stadia III; c. stadia IV (s: spermatozoa; Skala Bar=200 ìm).
Berdasarkan hasil pengamatan susunan gonad dan tidak ditemukannya planulae dalam polip karang, maka karang Acropora aspera yang hidup di dataran P. Panjang adalah “hermaphroditic broadcastspawner”. Karang ini termasuk dalam kelompok hermaphrodite dimana dalam satu polipnya terdapat gamet jantan dan betina. Model reproduksinya adalah melepaskan gamet-gamet di perairan sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal. Hal serupa juga dilaporkan pada jenis yang sama di Great Barrier Reef Australia, bahwa karang tersebut berkelamin hermafrodit dengan kematangan gonad jantan dan betina secara bersama dan model reproduksinya broadcast-spawner namun belum jelas musim pemijahannya (Bothwell, 1982).
Terdapatnya dua kelompok ukuran oosit dalam suatu polip dan siklus spermatogenesis berlangsung lebih lama, yaitu kurang lebih sekitar 4 (empat) bulan menunjukkan karang A. aspera memiliki siklus oogenesis lebih dari sekali. Ditemukannya gamet matang di bulan Oktober dan absennya gamet di bulan Nopember, diperkirakan gamet-gamet dipijahkan di bulan Oktober. Selanjutnya keadaan yang sama juga terjadi pada bulan April dimana gamet matang di bulan April gamet-gamet absen di bulan Mei. Untuk itu, siklus gametogenesis karang A. aspera di P. Panjang ini terjadi secara musiman, diperkirakan terjadi di bulan Okober dan April. Spawning karang Acropora biasanya terjadi sekali dalam setahun (lihat review Richmont dan Hunter, 1990; Harrison dan Wallace, 1990) namun penyimpangan terkadang dapat terjadi di beberapa wilayah terisolasi dan mengalami gangguan fisik atau pencemaran. Seperti reproduksi karang A. palifera dan A. cuneata di wilayah terumbu yang mengalami gangguan melakukan strategi reproduksi melalui spawning musiman (Kojis, 1986a; Kojis, 1986b). Koloni A. cuneata mempunyai dua siklus gametogenesis, satu siklus dengan kematangan gonad mendekati waktu seperempat bulan (lunar) di bulan April dan siklus berikutnya terjadi pada bulan Juni pada penanggalan yang sama.
Terdapatnya gamet matang pada dua periode dalam setahun juga kemungkinan berkorelasi dengan periode insolasi matahari/solar insolation. Hal ini sebagai hasil kajian Penland et al. (2004) bahwa proses gametogenesis diakibatkan oleh peningkatan perubahan insolasi matahari. Insolasi matahari maksimal terjadi dua kali dalam setahun sehingga kejadian kematangan gamet dua kali dalam setahun kemungkinan dapat terjadi pada populasi karang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat 3 siklus gametogenesis pada karang dalam periode 2 tahun yang menghasilkan spawning di bulan Agustus-September, April-Mei dan Februari-Maret. Di Great Barrier Reef-Australia karang Acropora spawning di musim panas Oktober-Nopember (Babcock et al.,1986; Willis et l., 1985), di Karibia spawning di bulan Juli-Agustus (Szmant, 1986), di Okinawa spawning di bulan Juni (Heyward et al., 1987), sedangkan di Laut Merah spawning di bulan Juli-Agustus (Shlesinger et al., 1998) sedangkan di Lombok-NTB, dua jenis Acropora spawning pada Februari (Bachtiar, 2001).
Oogenesis
Dari 20 (dua puluh) sampel koloni karang Acropora aspera, hanya 9 koloni yang berisi oosit dalam polipnya. Oosit ditemukan pada 3 Oktober, 27 Januari, 1 Maret, 29 Maret, dan 28 April. Sebaliknya pada 4 Nopember, 2 Desember dan 26 Mei tidak ditemukan oosit dalam polip karang. Pada 3 Oktober, oosit yang ditemukan telah matang dengan diameter mencapai 450 mm. Namun pada Nopember-Desember, mesentri tidak berisi oosit. Diduga oosit yang telah matang telah dilepaskan sepanjang bulan Oktober.
Pembentukan gamet betina dimulai lagi pada bulan Januari, mesenteri karang telah terisi oleh oosit dengan diameter rata-rata 213 mm. Kemudian oosit berkembang hingga mencapai diameter ratarata 314 mm pada bulan April. Selama pengamatan, ukuran oosit bervariasi, diameter oosit berkisar dari 70 mm hingga 600 mm. Oosit yang bervariasi ukurannya tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar berdasar perbedaan kenampakan dinding sel telur dan ooplasmanya. Kelompok pertama adalah oosit yang memiliki dinding sel telur yang tebal pada ooplasma yang belum matang, dimana inti sel telur masih kecil, selanjutnya kelompok oosit ini disebut dengan oosit yang belum matang. Sebaliknya kelompok kedua adalah oosit yang telah matang, ditandai dengan perkembangan ooplasma sehingga dinding sel telur menjadi tipis dan inti tampak dengan jelas (Gambar 3). Distribusi ukuran oosit menunjukkan bahwa siklus reproduksi karang Acropora aspera lebih dari satu kali dalam setahun. Pada siklus pertama terjadi pada 3 Oktober, oosit yang ditemukan rata-rata berdiameter lebih besar dari 200 mm. Setelah itu kemungkinan spawning terjadi, dan hingga pada bulan Nopember, Desember tidak ditemukan oosit. Kemudian siklus kedua terjadi mulai bulan Januari hingga April. Mulai Januari, diameter oosit berkembang hingga ukuran maksimal pada April kemudian oosit tidak tampak pada 26 Mei. Hal ini kemungkinan spawning terjadi di bulan April hingga Mei.
   
Gambar 2. Micrograf Oosit Acropora aspera di P. Panjang; (a). oosit yang belum matang, (b). oosit yang telah matang (Skala Bar=200 ìm).
-    Phyllum Platyhelminthes
Bersifat hermaprodit. Cacing dewasa yang hidup di ternak bersifat hermaprodit, berkembangbiak secara seksual dengan pembuahan silang atau pembuahan sendiri. Embrio berkembang dalam uterus, satu cacing dewasa dapat menghasilkan sekitar 500.000 larva, embrio keluar bersama feses dan pada tempat yang basah akan tumbuh menjadi larva bersilia (mirasidium). Mirasidium masuk ke tubuh siput Lymnea dan terbentuklah sporokis. Sporokis secara partenogenesis menghasilkan redia. Redia secara partenogenesis menjadi serkaria. Serkaria meninggalkan tubuh siput menjadi metaserkaria. Metaserkaria menempel pada tanaman/ rumput yang selanjutnya termakan oleh ternak, dan seterusnya. Contoh pada Fasciola hepatica.
-    Phyllum Nemathelmintes (cacing gilig, benang, tambang)
Merupakan hewan triploblastik pseudoselomata, tubuh tidak bersegmen dan tertutup kuticula. Reproduksi dengan seksual. Contoh : Ascaris lumbricoides, cacing perut manusia yang masuk melalui makanan.
Sistem reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduct, dan uterus yang berakhir pada vagina pendek dan berujung di vulva yang terletak di daerah 1/3 bagian anterior tubuh. Sistem reproduksi jantan terdiri dari sebuah testis dan vas deferens yang berakhir di duktus ejakulator di kloaka.
-    Phyllum Annelida (cacing gelang/ cincin)
Annelida berasal dari kata Annulus = cincin kecil. Artinya tubuh menyerupai cincin kecil atau ruas. Hewan ini bersifat hermafrodit dan memiliki klitelum sebagai alat kopulasi. Ruas tubuhnya (segmen) disebut Metameri terdiri dari alat ekskresi (nefridium) lubang reproduksi, otot dan pembuluh darah. Reproduksi monoesis atau diesis dan larvanya trokofor atau veliger.
Reproduksi:
-          Seksual/generatif: konjugasi
-          Aseksual/vegetatif: fragmentasi regenerasi
Sistem Reproduksi
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembentukan gamet, memiliki klitelum sebagai alat kopulasi. Klitelum = struktur reproduksi yang mengsekresi cairan & membentuk kokon tempat deposit telur. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi. Organ seksual Annelida ada yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain (gonokoris) melalui larva trochophore berenang bebas.
Kelas Oligochaeta : Cacing tanah bersifat hermafrodit, tetapi tidak melakukan pembuahan sendiri. Hal itu karena, matangnya sel kelamin betina tidak sama waktunya dengan matangnya sel kelamin jantan. Organ reproduksi betina terdapat di segmen ke-9 sampai ke-14 dan organ reproduksi jantan terdapat di segmen ke-10 sampai ke-15. Di segmen ke-32 sampai ke-37 terdapat klitelum, yaitu penebalan epidermis sebagai penghasil lendir. Sewaktu sepasang cacing berkopulasi maka akan keluar lendir yang akan membungkus kedua cacing dan menjaga sperma dari kekeringan. Selubung (coccon) lendir tadi akan maju mundur di sepanjang kedua tubuh cacing. Setelah itu, sel telur dari masing-masing cacing keluar dan memasuki coccon. Jika melewati lubang kelamin jantan, telur-telur yang ada di dalam coccon akan dibuahi oleh sperma dari cacing yang berlainan. Setelah selesai pembuahan,coccon akan lepas ke arah depan. Sekarang di dalam coccon terdapat telur-telur yang akan dibuahi dan kemudian tekur-telur tersebut akan menetas menjadi cacing.
Sistem Reproduksi kelas Hirudinea :
-          Monoceous
-          Jantan: 4-12 pasang testis. 1 pasang ductus spermaticus.
-          Betina: 2 ovarium dan Oviduk yang berhubungan dengan kelenjar albumin dan vagina di median yang bermuara di belakang porus genitalia jantan
-          Tidak ada tingkat larva
-          Lintah membentuk kokon yang mengandung telur yang telah dibuahi dan kokon akan diletakkan dalam air/tanah.

Kelas Archiannelida : Kelamin terpisah atau hermaprodit (protandri)
-    Phyllum Mollusca (hewan bertubuh lunak)
Alat gerak berupa kaki yang berfungsi untuk merayap dan menangkap mangsanya. Sudah memiliki sistem pencernaan, syaraf, ekskresi, otot dan reproduksi.
Kelas Gastropoda : Bersifat hermaprodit tetapi tidak pernah terjadi pembuahan sendiri dan pembuahan terjadi setelah adanya perkawinan. Ovovipar atau telur menetas di dalam tubuh/ uterus. Bernafas dengan paru-paru yang ada di darat dan dengan insang yang ada di air.
Mollusca bereproduksi secara seksual. pada umumnya organ reproduksi jantan dan betina pada umumnya terpisah pada individu lain (gonokoris). Namun, meski begitu jenis siput tertentu ada yang bersifat Hermafrodit. Fertilisasi dilakukan secara internal ataupun eksternal sehingga menghasilkan telur. Telur tersebut berkembang menjadi larva dan pada akhirnya akan menjadi mollusca dewasa.
Sistem reproduksi pada Gastropoda ada yang diesis dan ada yang monoesis. Pada hewan monoesis, alat kelamin jantan dan betina terdapat pada satu hewan, tetapi tidak dapat membuahi sendiri. Untuk melakukan pembuahan harus didahului dengan kopulasi. contoh Gastropoda yaitu, Achantia achantia (keong terbesar, tumbuh hingga mencapai 30 cm), Bellamya javanica (tutut), Vaginula sp (siput telanjang/limus sakeureut), Limnea trunchatula (siput sebagai hospes perantara Fasciola hepatica) dan Achantia fulica (bekicot).
-    Phyllum Arthropoda (hewan beruas-ruas)
Merupakan binatang triploblastik selomata, tubuh beruas-ruas dan tiap ruas mempunyai kaki yang bersendi, rangka dari kitin atau zat tanduk, merupakan yang paling besar jumlahnya. Hidup di air tawar, laut, parasit pada hewan, tumbuhan dan manusia. Sistem organ lengkap, meliputi  :  sistem peredaran darah, pencernaan, syaraf, pengeluran, pernafasan, indera dan perkembangbiakan.
Kelas Crustacea : Pada umumnya telur menetas menjadi larva dan setelah mengalami pengelupasan kulit maka larva tubuh menjadi hewan dewasa. Contoh  : Cambarus sp (udang air tawar).
Kelas Insecta (serangga) : Perut terdiri dari sebelas segmen atau kurang, pada tiap segmen terdapat lobang nafas dan segmen terakhir berfungsi untuk reproduksi.
-    Phyllum Echinodermata (hewan berkulit duri)
Jenis kelamin terpisah, larva mempunyai bentuk simetris bilateral yang dapat berenang secara bebas disebut bipinnaria. Struktur larva Echonodermata mempunyai persamaan dengan struktur Chordata rendah dan dalam perkembangan embrio tahap awal, kedua phyllum di atas mempunyai persamaan. Jadi jika dilihat secara embriologis Echonodermata lebih dekat dengan Chordata daripada ke Annelida, Mollusca atau Arthropoda.
B.     Vertebrata
-          Pengertian Hewan Vertebrata
Hewan vertebrata yaitu hewan yang bertulang belakang atau punggung. Memiliki struktur tubuh yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan hewan Invertebrata.
            Spermatogenesis
Spertmatogenesis yang terjadi pada vertebrata yang lebih rendah pada dasarnya sama dengan proses yang terjadi pada manusia. Namun, di antara kelas vertebrata terdapat perbedaan struktur testis. Testis mamalia, burung, reptile, dan amfibi anura memperlihatkan komponen tubulus seminiferus berbentuk tubular (saluran/pipa), yang berselang-seling dengan sekumpulan sel interstitial. Sementara, testis amfibi urodela dan ikan tersusun atas lobus atau lobules yang masing-masing mengandung sejumlah besar kista seluler.
Kista adalah organ berongga yang berisi cairan. Setiap kista berasal dari jaringan spermatogonia. Semua sel dalam suatu kista dan semua kista dalam suatu lobula biasanya memiliki tingkat perkembangan spermatogenesis yang sama. Di dalam setiap kista juga terdapat sel sertoli. Lobula yang terletak paling belakang kemungkinan besar mengandung spermatozoa yang sudah lebih siap untuk membuahi daripada lobula yang terletak pada bagian depannya.
            Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukkan gamet betina (ovum) yang terjadi dalam ovarium. Proses ini ditandai dengan adanya perubahan oogonium menjadi oosit (calon ovum) yang akan mengalami pemasakan sehingga menjadi ovum yang siap dibuahi. Selama perkembangan oosit, vitelogenesis. Vitelus yang disintesis akan ditimbun di ooplasma sebagai cadangan makanan bagi embrio yang akan berkembang kelak. Adanya timbuna  vitelus dalam ovum (pada ooplasma) menyebabkan oosit bertambah besar.
Pada akhir oogenesis, oosit mengalami pembelahan meiosis atau sering disebut pembelahan pemasakan, yang akan menghasilkan ovum haploid, yaitu ovum yang memiliki kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk (n kromosom). Akan tetapi, proses meiosis tersebut pada umumnya tidak berlangsung hingga tuntas dan berhenti pada meiosis tahap pertama. Oleh karena itu, pada saat diovulasikan, ovum (oosit) masih mengandung dua perangkat kromosom dan belum bersifat haploid.
Proses penyeleaian pembelahan meiosis pada ovum akan terjadi jika ada rangsang berupa pemasukan sperma ke ovum. Jadi, meiosis tahap dua baru terselesaikan pada saat sperma masuk ked al;am ovum, tepatnya ketika inti sperma baru sampai di sitoplasma, sebelum terjadi pertemuan antara inti sperma dan inti ovum. Pada saat inti sperma bertemu dengan inti ovum, pembelahan meiosis tahap dua sudah berlangsung, sehingga ovum benar-benar telah menjadi ovum haploid dan telah siap dibuahi. Pada vertebrata rendah, misalnya ikan, pertumbuhan oosit, vitelogenesis, dan ovulasi juga dipacu oleh hormone gonadotropin.
Proses pemasakan telur (ovum) yang terjadi pada mamalia telah dipahami dengan lebih baik daripada pemasakan telur yang terjadi pada hewan lain. Proses pemasakna telur pada hakikatnya merupakan peristiwa yang membentuk siklus. Siklus pemasakan telur pada kebanyakan mamalia disebut siklus estrus, sedangkan siklus pada primate disebut siklus menstrual. Kedua siklus tersebut memperlihatkan adanya perbedaan.
Pada hewan yang mengalami siklus estrus, selama satu siklus hewan betina siap menerima hewan jantan untuk kawin hanya dalam waktu yang singkat yaitu pada masa ovulasi. Selain itu, dinding saluran reproduksi pada akhir siklus tidak mengalami disintegrasi dan tidak luruh sehingga tidak ada pendarahan. Siklus estrus terdiri atas empat tahap/fase yaitu tahap diestrus, proestrus, estrus, dan melestrus. Tahapan/ fase estrus yang dialami hewan dapat dikenali dari gambaran sel yang diperoleh melalui hasil apus vagina.
Pada hewan yang mengalami siklus menstrual, setiap saat di sepanjang siklus hewan betina siap menerima hewan jantan untuk kawin, sekalipun ovum baru dilepaskan kira-kira pada pertengahan siklus. Dalam tubuh hewan betina, ovum mampu bertahan hidup dalam keadaan baik dan siap dibuahi hingga 72-96 jam setelah ovulasi. Pada hewan ini, selama siklus menstrual dapat ditemukan berbagai perubahan di dalam tubuh dan organ reproduksinya. Perubahan yang dimaksud meliputi perubahan keadaan ovarium, rahim (ketebalan endometrium), dan tingkat hormone reproduktif di dalam darah.
Siklus menstruasi dan siklus estrus merupakan proses yang dikendalikan oleh berbagai hormone, baik hormone dari hipotlamus-hipofisis maupun dari ovarium. Pengendalian hormone terhadap oogenesis dan siklus menstrual pada mamalia. Tampak bahwa awal siklus ditandai dengan adanya menstruasi. Selanjutnya, terjadi perkembangan folikel yang diawli oleh hormon FSH dari kelenjar pitutari bagian depan. Folikel yang sedang berkembang akan mengeluarkan esterogen, yaitu hormone yang merangsang endometrium untuk menebal. Hormone ini juga berperan untuk merangsang perkembangan cirri seks sekunder wanita, sekaligus menekan pengeluaran FSH dan merangsang pengeluaran LH dari pituitary bagian depan. LH adalah hormone yang bertanggung jawab terhadap pemasakan folikel agar dapat berembang secara sempurna. Apabila folikel telah masak, ovum akan keluar dari ovarium dan membiarkan sisa folikel tetap tertinggal di dalam ovarium. Proses keluarnya ovum dari ovarium dinamakan ovulasi.
Di bawah pengaruh LH sisa folikel di ovarium diubah menjadi badan kunig atau korpus luteum, yang selama beberapa hari akan menghasilkan progesterone. Progesterone yaitu hormone yang berfungsi untuk mempertahankan ketebalan endometrium dan perkembangan kelenjar air susu. Apabila fertilisasi tidak terjadi dan pengeluaran progesterone dari korpus liteum mulai berkurang maka kadar progesterone dalam darah akan menurun. Hal ini mengakibatkan endometrium meluruh dan menstruasi pun terjadi lagi.
Proses reproduksi pada semua hewan dikendalikan oleh hormone. Akan tetapi, pengendalian reproduksi yang terjadi pada setiap kelas hewan tidak selalu sama. Pada ikan reproduksi bukan hanya dipengaruhi oleh hormone, tetapi juga oleh factor lingkungan luar sepreti foto periodic, kondisi air, makanan dan rangsang social. Rangsang luar tersebut diterima oleh ikan melalui reseptor, kemudian diteruskan ke pusat neuroendokrin dan akhirnya akan memengaruhi perubahan dalam gonad (organ reproduksi).
Pembuahan, Kebuntingan, dan Kelahiran
Proses gametogenesis akan menghasilkan ovum dan sperma. Untuk dapat menghasilkan individu baru, ovum harus dibuahi oleh sperma (kecuali pada peristiwa parthenogenesis), yang biasanya terjadi melalui proses pembuahan atau fertilisasi. Pembuahan yaitu penyatuan antara sel gamet (sel kelamin) jantan dan betina. Proses tersebut akan menghasilkan zigot.
Pembuahan dapat terjadi di luar tubuh (disebut fertlisasi ekstrenal) atau di dalam tubuh induk betina (disebut fertilsasi internal). Berkaitan dengan hal tersebut, zigot ada yang berkembang di dalam ataupun di luar sebuah induk.
Apabila zigot berkembang di dalam tubuh induk, hewan muda akan keluar dari tubuh induk melalui proses melahirkan. Hewan yang berkembang biak (mengahsilkan keturunan) dengan cara melahirkan dinamakan hewan bersifat vivipar. Pada vivipar, makanan yang diperlukan untuk perkembangan embrio dapat diperoleh dari tubuh induk melalui organ khusus yang disebut plasenta.
Hewan vivipar yang di dalam tubuhnya mengandung embrio yang sedang berkembang biak dikatakan bunting. Istilah bunting atau kebuntingan biasanya digunakan untuk hewan, sedangkan untuk manusia biasanya digunakan istilah hamil atau kehamilan. Kebuntingan (kehamilan.pregnansi) akan terjadi apabila ovum yang diovulasikan dapat dinuahi oleh sperma, serta mengalami perkembangan lebih lanjut melalui tahap blastula, gastrula, dan seterusnya. Apabila perkembangan embrio telah selesai hewan muda akan keluar dari tubuh induk.
Jika ovum dibuahi di luar tubuh induk, embrio pada umumnya berkembang di luar tubuh induk juga. Dalam keadaan demikian, embrio memproleh seluruh makanan yang diperlukan dari cadangan makanan yang telah tersedia di dalam ovum atau telur. Namun kondisi lingkungan di luar tubuh hewan sering kali tidak sesuai dengan kondisi yang diperlukan untuk perkembangan embrio yang maksimal. Untuk itu, induk hewan pada umumnya menyiapkan sarang khusus untuk menyimpan dan mengerami telur mereka. Dengan demikian tercipta keadaan lingkungan yang mendukung pembentukkan individu baru. Di dalam telur yang di erami (atau disimpan di dalam sarang), embrio berkembang di dalam bungkus telur, yang biasanya terdiri atas beberapa lapis. Hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur dinamakan hewan bersifat ovipar. Apabila perkmbangan embrio telah selesai hewan muda akan keluar dari dalam cangkang / bungkus telur melalui proses menetas.
Selain golongan ovipar dan vivipar, kita juga mengenal adanya hewan yang memperlihatkan gejala khusus yang merupakan perpaduan antara keduanya. Golongan hewan ini disebut ovovivipar. Hewan ovovivipar menyimpan telur disuatu tempat pada tubuhnya yang juga merupakan tempat berlangsu gnya pembuahan sekaligus tempat berlangsungnya perkembangan embrio. Pada hewan ini, makanan yang diperlukan untuk perkembangan embrio sepenuhnya diperoleh dari telur (tidak dari tubuh induk), seklaipun embrio berkembang dalam tubuh induk. Apabila sudah mencapai perkembangan yang memadai hewan muda akan dikeluarkan dari tubuh induk seperti tampak pada hewan vivipar.
Pengeluaran individu baru / muda dari tubuh induk disebut kelahiran atau parturisi. Factor yang memicu terjadinya kelahiran tidak diketahui dengan jelas. Akan tetapi, proses tersebut diduga diawali dengan adanya relaksin, senyawa kimia yang dikeluarkan oleh plasenta. Relaksin sangat diperlukan untuk meniingkatkan keluwesan (fleksibilitas) jaringan di daerah panggul (pelvis) dan pelebaran mulut rahim serta leher rahim (serviks uterus/jalan lahir). Pelebaran (dilatasi) serviks merupakan salah satu factor yang akan mengahsilkan reflex pengeluaran hormone oksitosin dari hipotalamus (melalui hipofisis bagian belakang). Selanjutnya, oksitosin akan merangsang otot rahim untuk berkontraksi sehingga individu muda terdorong turun ke jalan lahir. Turunnya individu muda ke jalan lahir akan menyebabkan serviks (bahkan dinding vagian juga) semakin meregang. Hal ini mendorong reflex pengeluaran oksitosin dalam jumlah yang lebih banyak sehingga kontraksi dinding uterus pun akan semakin kuat. Keadaan demikian terus berlangsung sampai akhirnya hewan muda terdorong speenuhnya dari dalam rahim, dan terjadilah kelahiran. Dalam proses tersebut, tubuh induk akan mengeluarkan individu muda beserta plasentanya.
Berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran, induk betina akan mengalami perunahan pada kelenjar susunya sehingga dapat menghasilkan air susu. Air susu sangat dibutuhkan oleh hewan muda sebagai sumber makanan utama pada awal hidupnya. Masa pemberian air susu kepada hewan muda dinamakan masa laktasi. Pembentukkan air susu dikendalikan oleh hormone prolaktin dari pituitary bagian depan, yang pengeluarannya dirangsang oleh beberapa factor antara lain adanya isapan/pijatan pada putting susu, kontraksi otot polos di sekitar sel kelenjar air susu dan kontraksi otot lurik di daerah dada. Bahkan rangsang psikis seperti mendengar tangisan bayi pun dapat merangsang pengeluaran oksitosin yang memacu kontraksi otot pada kelenjar susu. Jadi, pengeluaran air susu dari kelenjarnya akibat oksitosin sesungguhnya tejadi karena oksitosin memacu kontraksi otot polos pada kelenjar air susu sehingga kelenjar mengerut dan air susu memancar keluar.
Reproduksi merupakan proses pembentukkan individu baru. Reproduksi dapat terjadi secara generative dan secara vegetative. Reproduksi dipengaruhi oleh factor dalam yaitu saraf dan hormone dan juga oleh berbagai faktor luar seperti suhu lingkungan, makanan, dan fotoperiodisitas. Pembentukan individu baru secara generative diawali dengan adanya pembentukkan gamet, pembuahan, dan proses perkembangan embrio sehingga individu baru akan muncul melalui proses kelahiran atau penetasan. Mamalia memelihara hewan muda dengan memproduksi air susu, yang proses pembentukkannya dikendalikan pleh saraf dan hormon. Masa pemberian air susu kepada mamalia muda dinamakan masa laktasi.
Proses reproduksi merupakan proses yang membentuk siklus dengan gejala yang mudah diamati, terutama pada hewan betina.kebanyakan mamalia betina mengalami siklus estrus, tetapi primate mengalami siklus menstrual. Hormone yang mengendalikan proses reproduksi dinamakan hormone gonadotropin, yang pada umumnya dapat dibedakan menajdi dua yaitu LH dan  FSH. Kedua hormone tersebut dihasilkan dari kelenjar pituitary bagian depan dan pengeluarannya dikendalikan oleh Gn-RH dari hipotalamus.